Resensi Novel
Judul :
Kau: Cinta Pada Pandangan Pertama
Penulis :
Sylvia L’Namira
Penerbit :
GagasMedia
Tahun terbit : 2011
Tempat terbit : Ciganjur-Jagakarsa, Jakarta Selatan
Penyunting : Kinanti Atmarandy
Tebal buku : vi + 206 halaman
Cetakan ke : Pertama , 2011
Kedua , 2011
Viola
Sembiring, sesosok wanita yang memilih untuk bekerja di sebuah stasiun TV milik
omnya yaitu stasiun televisi NTS. Sejak dulu, sebelum kuliah, Viola memang
sudah menyukai pekerjaan yang menantang dan dinamis. Itulah yang membuatnya
memasuki Jurusan Komunikasi Massa dan memiliki cita-cita untuk bekerja di
stasiun TV. Cita-citanya pun terjawab sudah. Ketika Viola lulus dari kuliahnya
tersebut, Om Viktor, adik kandung dari mama Viola yang kaya raya loh jinawi
tersebut menawarkan untuk bergabung di stasiun TV miliknya. Viola menerimanya
dengan senang hati tentunya karena akhirnya cita-citanya terkabul. Om Viktor
juga menawari jabatan sebagai pemimpin redaksi, tetapi Viola menyadari bahwa
dia belum memiliki cukup pengalaman dan dia memutuskan untuk menjadi seorang
reporter. Tak disangkanya yang menjadi pemimpin redaksi sekaligus atasan Viola
bernama Mona adalah wanita supergalak yang selalu berusaha untuk menyengsarakan
orang yang tidak disukainya yaitu Viola sendiri. Sejak pertama kali bertemu,
Mona memang tidak menyukainya setelah Om Viktor memperkenalkan Viola sebagai
keponakannya. Wanita yang akrab dipanggil Piyo ini memiliki kameramen yang
selalu mendampinginya ketika meliput berita yang bernama Biboy. Kameramen yang
satu ini memang lucu, yang selalu menghibur Viola ketika mood-nya sedang tidak baik.
Disuatu
siang yang terik, Viola dan Biboy berhasil menyelesaikan peliputan berita yang
mengisahkan anak-anak yang mengalami kurang gizi di Lampung. Ide-ide muncul di
kepala Viola hal-hal apa saja yang akan dicantumkan dalam hasil laporan
liputannya. Viola harus menyelesaikan laporan tersebut dan segera memberikannya
kepada Mona. Keesokannya, Viola dan Biboy ditugaskan untuk meliput ibu-ibu PKK
yang lagi ngerajut. Sambil memandang awan, Viola menemukan awan berbentuk
kepala monyet. Viola memang penyuka gumpalan-gumpalan awan di langit. Semua
yang Viola lakukan harus di“konsultasi”kan terlebih dulu ke langit dengan
melihat gumpalan-gumpalan awan. Viola memiliki 3 warna topi rajut untuk
penangkal setiap cuaca. Jika keadaan baik, Viola memakai topi rajut warna
hijau, jika bentuk awan dia yakini membawa masalah, Viola memakai topi rajut
kuning, dan topi rajut merah ketika keadaan benar-benar emergency. Keesokan harinya, mama Viola meneleponnya pagi-pagi
sekali untuk menanyakan keikutsertaan Viola dalam training yang diadakan TNI-AU
bekerjasama dengan Asosiasi Jurnalis Indonesia khusus untuk reporter liputan
perang di Kendari. Mama Viola tetap bersikeras untuk melarang anaknya mengikuti
training tersebut tetapi Viola mencari solusi agar Viola dapat mengikuti
training tersebut. Saat di kantor, Om Viktor memanggil Viola. Dipikiran Viola
banyak hal-hal negatif yang akan ia hadapi, tapi ternyata tidak, Om Viktor
tersenyum salut atas kemauan Viola.
Hari
itu pun tiba, Viola menyeret kopernya yang tak lupa isi kopernya berupa 3 warna
topi rajut. Mama dan Papa Viola datang ke kosan Viola untuk memberika support. Taxi yang Piyo pesan akhirnya
datang dan langsung melaju menuju Cilangkap. Ternyata benar, jalanan macet
total dan Piyo telat sampai ke markas tentara. Biboy dan ke-25 jurnalis lainnya
telah berada di sana. Tak lama kemudian, terdengar suara bisingan pesawat
mendarat yang membuyarkan pengamatannya akan para jurnalis pria. Saat di dalam
pesawat, Biboy selalu mengobrol dengan seorang wanita yang menarik perhatiannya
yang bernama Ivi. Setelah perkenalan singkat oleh panitia Asosiasi Jurnalis
Indonesia, para jurnalis digiring menuju mess tentara seadanya. Viola sekamar
dengan Qori dan itu bagus.
Suara
terompet disusul gedoran pintu di kamar yang membangunkan Viola. Hari pertama
pelatihan dimulai dengan senam pagi dan menekankan teori perkenalan berbagai
senjata untuk membela diri. Hari kedua, para jurnalis diwajibkan memakai rompi
anti-peluru dan helm, belajar menyisir hutan serta mengenali berbagai perangkap
yang disediakan. Piyo berhasil menemukan ranjau dan jebakan-jebakan lainnya.
Hari ketiga, para jurnalis belajar cara bertahan dalam penyanderaan dan
kerusuhan. Hari keempat adalah tentang penanganan medis di lapang. Para
jurnalis dilatih untuk melakukan pertolongan pertama, member napas buatan,
penanganan luka bakar, tulang retak, dan pendarahan. Hari kelima yaitu hari
terakhir pelatihan, para jurnalis melakukan simulasi perang yang berarti harus
memakai pakaian lengkap bagaikan seorang tentara dan wartawan liputan perang.
Malam terakhir di mess ini para jurnalis dikumpulkan di depan api unggun untuk
melepaskan ketegangan selama lima hari pelatihan. Saat Piyo kembali ke Jakarta
dan keesokan harinya, Piyo menceritakan pengalamannya kepada Om Viktor selama di
Kendari. duduk di meja sambil memandang ke langit. Dilihatnya awan sirokumulus
dan awan berbentuk kepala anjing. Wah! Pertanda buruk. Piyo buru-buru mencari
topi rajutnya yang berwarna kuning tetapi Piyo baru ingat kalau topi itu ia
cuci. Piyo diberi tugas untuk meliput kerusuhan di Ambon sekaligus mencari
carter pesawat yang akan ia naiki bersama Biboy menuju Ambon.
Piyo
menelepon orang tuanya karena Piyo tidak bisa pulang ke Surabaya dalam waktu
dekat karena ada peliputan kerusuhan di Ambon. Mama Piyo selalu saja melarang
Piyo melakukan peliputan di luar kota apalagi di Ambon terjaid kerusuhan.
Disaat yang berbeda, Viola ada janji dengan William di Bandara Perdanakusuma.
William akan mengenalkan pilot yang akan membawa Viola dan Biboy. Besok mereka
akan berangkat ke Ambon setelah Om Viktor membayar carter pesawat tersebut.
Kapten Igo namanya, pilot yang sangat ahli menerbangkan ke daerah konflik. Igo
sangat berbeda dari apa yang Viola bayangkan, dia berambut gondrong ikal
berantakan, cambang tipis menghiasi wajahnya sehingga terlihat lebih
berantakan. Atas rasa tidak percaya yang timbul dalam benaknya, Viola meminta
William untuk membuktikan bahwa Kapten Igo merupakan pilot terbaik di
perusahaan itu. Foto yang ada pada ijazahnya sangat berbeda dengan apa yang
baru Viola lihat, Igo yang lebih rapi berpakaian pilot tersebut.
Malamnya,
Viola tidak bisa tidur. Ia mengikuti saran Igo untuk membawa satu ransel saja
yang akan Viola gunakan selama dua hari. Pagi harinya, Viola terbangun dengan
kepalanya yang pusing tetapi, ketika Viola melihat ke arah langit, ia menemukan
awan virga dan seketika itu juga pusing di kepalanya menhilang begitu saja. Ketika
Viola datang, sudah ada Biboy dan kru lainnya sudah menuju hanggar. Viola,
Biboy, para kru, dan Igo memasuki pesawat. Selama penerbangan Viola menemukan
awan kepala naga hingga pesawat merendah dan mereka tiba di Bandara Pattimura.
Viola langsung menggunakan topi rajut warna merah dan melanjutkan perjalanan
menuju Pulau Seram menggunakan mobil. Seharian perjalanan untuk sampai ke Pulau
Seram dan akhirnya sampai, Biboy langsung mencari informasi tentang pergerakan
RMS. Malamnya, mereka menginap di sebuah penginapan yang sederhana. Saat tengah
malam ketika semua mata masih terlelap, terjadi gempa yang cukup dahsyat. Viola
dibawa ke rumah sakit karena terluka akibat terkena reruntuhan penginapan.
Viola
menyuruh Biboy untuk menjadi “pacarnya” karena mama Viola ingin mengetahui
pacar Viola sekarang. Biboy memberi syarat untuk menaikkan jabatannya melalui
Viola yang akan Viola sampaikan ke Om Viktor. Hari itu pun tiba, Biboy datang
ke kosan Viola untuk bertemu mama Viola. Biboy sedang asyik berbincang dengan
mama Viola dan setelah selesai Biboy tak lupa untuk menagih janjinya. Selama
sebulan sudah Mona tidak member Viola tugas untuk meliput di daerah bencana. Om
Viktor melarang Viola untuk ikut bersama wartawan lain untuk pergi ke Sumatera
tetapi keesokannya Viola datang ke hanggar setengah jam lebih cepat dan bertemu
dengan Igo. Saat take off, Igo
mengajak Viola untuk duduk di co-pilot bersamanya.
Viola berceloteh tentang bentuk-bentuk awan yang dilihatnya. Igo tetap diam
tanpa respon. Tak terasa daratan Sumatera telah terlihat dan Viola ikut meliput
bersama kru lainnya.
Piyo
akhirnya kesampaian juga pulang ke Surabaya bertemu keluarganya. Seminggu sudah
Piyo di sana menemani mamanya yang sedang dirawat inap dan akhirnya mamanya
diperbolehkan pulang oleh dokter. Mengurus mama Viola memang tidak mudah,
mamanya tidak mau minum obat karena alasan yang tidak begitu logis. Seminggu
kemudian, aku mendengar beirta di televisi yang mengabarkan kecelakaan pesawat yang
jatuh di perairan Riau. Viola bagaikan dihantam tsunami begitu melihat foto Igo
dan co-pilot. Tiba-tiba air mata
menetes di pipi Viola. Rasa tidak percaya masih terngiang di kepala Viola. Dan
memang Viola akui, Viol menyukai bahkan mencintai Igo. Ternyata kehilangan
rasanya sakit sekali dan nyeri jika mengingatnya.
Satu
tahun kemudian, Viola sudah bekerja mejadi produser sebuah acara talkshow dan akhirnya Viola berganti
atasan seorang pria lulusan luar negeri, bukan Mona lagi. Mona dipecat karena
salah satu wartawan yang dikirim ke Palestina mengalami gangguan mental yang
serius. Tiga bulan pula aku tenggelam dalam kesedihan dan penyesalannya karena
tak berjodoh dengan Igo. Biboy yang terus memantau pencarian dan mengabarkan
kepada Viola bahwa tim pencari telah menyerah. Setelah dua kali mereka terbang
bersama, Igo memberikan ke sebuah hanggar di daerah Pondok Cabe dan aku
menuruti apa yang Igo katakana saat itu. Aku datang pukul 8 tepat dan Igo sudah
ada di sana. Mereka menaiki helikopter dan terbang menuju ke langit dengan
seketika Viola menjerit senang dan Igo tertawa, Viola belum pernah melihat Igo
yang seceria itu.
Sore
sepulang kerja, Viola mengajak Biboy untuk makan malam. Viola butuh tempat
curhat dan sahabat yang mengerti perasaannya. Sejenak mereka tertawa dan
kembali dalam pembicaraan awal, pembicaraan yang semakin menyakitkan hati Viola
sendiri. Dua hari berikutnya Om Viktor mengirimkan sms yang isinya mengajak
Viola untuk makan bersama keluarganya. Kepergian Viola kemarinke Sukabumi untuk
mencari tempat shooting acara
jalan-jalannya di Lido. Lusa, persiapan menuju Sukabumi sudah siap, mereka
berangkat dengan membawa dua bis dan satu mobil kecil. Sesampainya di hotel,
ternyata ada satu rombongan yang memesan kamar hampir sama dengan kamar yang
rombongan mereka pesan. Keesokan harinya, rombongan mereka berangkat pagi-pagi
untuk shooting. Selama empat jam,
mereka menikmati keindahan di Lido dan sesaat kemudian mereka mengakhirinya dan
kembali menuju hotel.
Penayangan
program jalan-jalan akan ditayangkan besok dan pada hari itu juga, romobongan
mereka akan berencana ber-arung jeram keesokan harinya. Hari ini mereka
menyiapkan segala sesuatu yang akan dipergunakan untuk besok, termasuk host-nya. Keesokan harinya Nandia, host dari acara Viola tersebut jatuh
sakit terpaksa mereka shooting tanpa
Nandia. Semua kru berkumpul untuk diberi pengarahan dari instruktur. Setelah
selesai, mereka bersiap mengarungi jeram di level yang rendah. Setelah memakai
perlengkapan yang dibutuhkan untuk keselamatan, kameramen dan Viola meluncur di
aliran air sungai yang deras. Para kameramen mengabadikan momen tersebut. 10 menit
kemudian arus semakin deras saja, para kru menepi tetapi berbeda dengan Viola,
perahu karetnya terguling dan Viola terhanyut oleh aliran deras sungai
tersebut. Viola berusaha untuk tidak panik sesuai kata inspektur. Semakin lama,
tak ada juga yang menolongnya hingga tiba-tiba beberapa orang membopongnya
menuju ke pinggir. Tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya, perlahan Viola
membuka matanya dan menemukan sosok Igo. Spontan Igo memeluk Viola dan pecah
tangisan Viola. Penantian Viola selama ini tidak sia-sia, Tuhan mempertemukan
mereka kembali. Igo berjanji untuk tidak meninggalkannya lagi.
Pada
novel ini banyak memiliki kekurangan dan kelebihan. Si Sylvia L’Namira
menggunakan kata-kata yang dapat dipahami dan enak dibaca. Cara
pendeskripsiannya sangat baik dan mendetail. Suasana dan keadaan peristiwa yang
terjadi disetiap cerita ini sangat menyentuh hati ketika saya membacanya.
Sampul novel yang sangat membuat orang penasaran apa isi dari cerita tersebut.
Alur ceritanya yang susah untuk ditebak membuat saya semakin tertarik untuk
membaca novel karya Sylvia L’Namira
Kekurangannya
yaitu novel ini menggunakan kertas yang berwarna kuning sehingga tampak lebih
kusam saat membacanya. Pembaca memiliki rasa yang tidak beigtu tertarik ketika
pertama kali melihat kertas yang digunakan dalam novel Kau ini. Lebih baik jika
kertasnya diubah menjadi warna putih jadinya pembaca lebih tertarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar